Home »
Property Lokal
» Hati - Hati Gejolak Sosial !!!
Hati - Hati Gejolak Sosial !!!
Written By Unknown on Wednesday, May 15, 2013 | 11:47 PM
Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan tingginya harga properti saat ini juga merupakan persoalan yang dihadapi banyak negara lain. Persoalan itu khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara sebagai wilayah negara berkembang.
"Di negara-negara lain, tingginya harga properti menjadi persoalan, ini karena suku bunga rendah secara global," kata Fauzi dalam seminar Macroeconomic Policies For Sustainable Growth With Equity in East Asia di Yogyakarta, Kamis (16/5/2013).
Selain itu, lanjut Fauzi, quantitatif easing (menambah uang beredar) menyebabkan banyak uang menganggur dan sektor riil tidak bisa menyerap. Akibatnya, banyak yang memburu aset, terutama aset properti karena dinilai paling menguntungkan. Dengan terlalu tingginya harga properti, kata dia, akan memperlebar jurang kesenjangan sosial.
"Yang membuat kesenjangan makin lebar itu inflasi properti. Harus ada kebijakan lanjutan. Pembelian properti harus diredam, misalnya dengan mengenakan pajak lebih tinggi untuk rumah kedua dan selanjutnya (pajak progresif)," kata Fauzi.
Di Indonesia sendiri, lanjut dia, mahalnya harga properti dan tingginya permintaan kredit sudah ditahan oleh sejumlah aturan, misalnya aturan "Loan to Value" (LTV) dan larangan pemilikan properti hak milik untuk warga asing. Namun, aturan-aturan itu ada dinilai belum cukup.
"Jika kebijakan lanjutan tidak segera diambil, dikhawatirkan akan timbul gejolak sosial. Properti tidak produktif dan berpotensi menjadi masalah politik, dan itu sudah terjadi di Brasil, Rusia serta China ketika kesenjangan makin melebar," ujarnya.
Berdasarkan data Konsultan Properti Cushman & Wakefield Indonesia, harga rumah tapak dalam kurun tiga tahun terakhir mengalami kenaikan hampir 100 persen. Pada triwulan I-2013, harga rumah tapak rata-rata naik 25,1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Meski harganya terus naik, produk perumahan laku keras hampir di seluruh segmen pasar.
Di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) misalnya, komposisi penyerapan rumah tinggal untuk segmen atas mencapai 27 persen, segmen menengah atas 28 persen, segmen menengah 22 persen, segmen menengah bawah 15 persen, dan segmen bawah delapan persen.
Kategori rumah segmen atas itu di atas harga Rp 2 miliar per unit, segmen menengah atas di kisaran Rp 1,4 miliar-Rp2 miliar per unit, dan rumah segmen menengah Rp 800 juta - Rp1,39 miliar per unit. Adapun rumah segmen menengah bawah di kisaran Rp 400 juta - Rp 799 juta per unit dan segmen bawah di bawah Rp 400 juta per unit.
Sebelumnya Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pihaknya terus mewaspadai kredit di sektor properti karena pertumbuhannya hingga saat ini masih terlampau tinggi.
"Tahun lalu BI sudah mengeluarkan aturan loan to value (rasio pinjaman terhadap nilai aset) juga down payment, tapi sekarang pertumbuhan kredit sektor properti masih terlalu tinggi, kita masih waspadai," ujar Perry di Yogyakarta, Rabu (15/5/2013) kemarin.
Labels:
Property Lokal
Post a Comment